Kalau hati kita pecah mencintai Tuhan, sukses hidup kita. Namun, untuk menjadi kekasih Tuhan, ada satu syarat, yaitu: jangan punya kesenangan apa pun. Apa pun yang kita lakukan harus selalu dikaitkan dengan perasaan-Nya. Bisa dikatakan kita membunuh diri kita sendiri; bunuh diri yang bermartabat, mematikan segala kesenangan. Kata “bunuh diri” memang tidak enak didengar, tetapi Alkitab mengatakan, “Salibkan dagingmu. Matikan dirimu.” Di akhir zaman ini, Tuhan mencari orang-orang seperti ini, yang kesenangannya hanya Tuhan.
Umumnya, orang bunuh diri supaya tidak lagi susah atau stress, supaya bisa keluar dari masalah; itu egois. Dia tidak menghormati Tuhan, orang tua yang membesarkan atau orang-orang yang mengasihi dia, menjaga dia, dan masih menunggu dia. Yesus memberi teladan melalui prinsip hidup-Nya: “Makanan-Ku adalah melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya.” Dia mengurung diri dengan prinsip hidup itu. Yesus mengatakan, “Serigala mempunyai liang, burung mempunyai sarang, Anak Manusia tidak punya tempat untuk meletakkan kepala-Nya.”
Kalau kita sekarang berkeadaan apa pun, jangan merasa kurang, selama kita punya Tuhan. Bapa YAHWEH terlalu besar, terlalu kuat. Walaupun Saudara adalah seorang Ibu sederhana, seorang Bapak tua sederhana atau orang muda yang tidak berpengalaman, tetapi hati kita pecah, maka pujian kita bak desau angin kuat yang menembus pintu surga. Menjadi kekasih Tuhan itu segalanya, sukses. Tingkat yang tinggi selanjutnya kita bisa menghadirkan suasana surga, itu tingkat kemerdekaan. Kita tidak bisa berbuat dosa lagi, tidak menyenangi apa pun. Sebaliknya, kita bisa menjadi berkat, penuh belas kasihan kepada orang, rela berkorban, tidak ingin seorang pun binasa, kita bisa menikmati Kerajaan Surga, di mana pun kita hadir menjadi pembawa damai.
Orang pikir, kita mati konyol fatalistik. Tidak, justru kita menemukan cahaya di atas segala cahaya, pengharapan di atas segala pengharapan. Ini yang terindah dalam hidup, yang terbaik. Tidak ada yang lebih indah dari itu. Nurani kita akan berbicara dan kalau kita bergaul dengan Tuhan, kita akan melihat apakah seseorang itu menghadirkan Tuhan atau tidak. Maka, kita harus bersedia berjam-jam untuk berdoa. Apakah tidak bosan atau jenuh? Bisa saja, tetapi kita mau membunuh diri, mengikat daging dan jiwa kita. Kita katakan, “Tidak ada apa-apa di luar. Hanya di sini, ada kebahagiaan di dalam Tuhan.”
Percayalah, kita akan menemukan kebahagiaan. Itulah bunuh diri yang bermartabat, yang membawa kekekalan. Ketika kita banyak duduk diam berjam-jam di kaki Tuhan, pasti ada banyak hal yang bisa kita alami. Berurusan dengan Tuhan yang kudus tidak perlu diumbar, karena ada orang-orang yang tidak menghargai dan kita harus menjaga martabat harga diri Bapa. Kalau suasana surga hadir dalam hidup kita, di situ benar-benar kita mengalami kemerdekaan. Kematian daging kita dari kefanaan ke kekekalan bukan lompatan jauh. Itulah sebabnya banyak orang takut mati, takut melompat ke kedalaman atau kegelapan yang tidak jelas. Karena selama hidup mereka tidak jaga mulut, pikiran, mata, telinga, dan perbuatan. Kalau kita berjalan dengan Tuhan, mengalami Tuhan, menghayati Kerajaan Surga, maka kematian bukan lompatan yang jauh dan mengerikan karena suasana surga sudah kita alami sejak di bumi.
Perjumpaan dengan Tuhan itu luar biasa. Allah itu hidup. Perjumpaan dengan Tuhan, di mana ada pengalaman-pengalaman adi kodrati, menjadi rahasia iman. Ada hal-hal yang pada saatnya harus dikemukakan, tetapi ada saatnya tidak perlu diungkapkan. Itu sebabnya mengapa sampai 14 tahun Paulus menyembunyikan rahasia perjumpaannya dengan Tuhan. Mungkin sebagian kita merasa kurang diperhatikan Tuhan, merasa bukan yang berharga, yang dinantikan Tuhan. Padahal Tuhan begitu mencintai dan menantikan kita, hanya kerusakan gambar diri yang sudah terlalu lama membuat kita sering mencari nilai diri di mata manusia.
Setan itu kurang ajar, membuat kita merasa tidak berharga di hadapan Tuhan, seperti tidak dinantikan Tuhan, tidak bernilai. Padahal jelas-jelas Yesus mati di kayu salib untuk kita. Kalau kita merasa tidak berharga di hadapan Tuhan, kurang diperhatikan atau kurang dinantikan, maka kita menjadi manusia yang mudah khawatir, takut, kecut hati, tidak bisa bersyukur, malang. Sebaliknya, kalau kita merasa berharga, maka kita bisa berkata (bukan untuk kesombongan), “Siapa lawan kita?” Namun, Tuhan tidak bisa mengubah cara berpikir dan cara pandang kita yang salah tentang diri kita sendiri, kecuali kita sendiri yang mengubah.
Orang yang merasa tidak atau kurang berharga di mata Tuhan, tidak mungkin memiliki kesetiaan yang benar. Mereka hanya sibuk mengurusi dirinya sendiri. Mereka menggeliat untuk menyelamatkan dirinya sendiri, dan sejatinya mereka tidak pernah bisa menyelamatkan dirinya sendiri. Sebab yang mereka lakukan hanya untuk kefanaan, sedangkan Tuhan memperhatikan kita demi kekekalan. Kalau kita merasa berharga, bernilai, diperhatikan, dinantikan Tuhan, maka kita berkata, “Apa pun yang terjadi, aku tetap mengasihi Engkau, Tuhan.” Tuhan berkata, “Sampai putih rambutmu, Aku menggendong kamu.”
Kiranya kebenaran hari ini memberkati kita semua