Selamat pagi semua saudara dalam Kristus.
Juruselamat kita menyebut orang kaya itu bodoh ketika ia mengisi gudang dengan hasil tanahnya namun mengabaikan jiwanya. Bagaimanakah kita menghargai jiwa kita?
18 APRIL
Tetapi firman Allah kepadanya: Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu.
Lukas 12:20
Mari membahas kesia-siaan dunia dan segala sesuatu di dalamnya, supaya kita dapat menghentikan pengejaran kita yang sia-sia dan menetapkan afeksi kita terhadap hal-hal yang di atas.
Hanya inilah hal-hal yang bernilai, permanen, dan tidak berubah.
Mengapakah jiwa-jiwa yang abadi dan yang lahir dari atas dapat menjadi sedemikian merosot dengan mempertaruhkan diri pada kesenangan-kesenangan yang
membinasakan?
Kita seharusnya membumbung tinggi bersama Allah di atas sayap meditasi dan afeksi, tetapi di sini kita malah menyembah tanah liat dan kotoran dunia ini.
Kita bagaikan binatang melata yang menjilati debu tanah. Bukankah kita menurunkan derajat sendiri, ketika kita membungkuk untuk mengagumi segala sesuatu yang nilainya jauh di bawah kita, dan menukarnya dengan jiwa kita yang berharga?
Jiwa kita bernilai lebih dari sepuluh ribu dunia, tetapi kita masih saja mencoba mengambil bagian yang remeh dari dunia.
((
llah zaman ini telah membutakan mata manusia dan menebarkan kabut asing di hadapan manusia sehingga mereka tidak dapat membedakan apa yang sudah nyata terbukti: yakni bahwa semua kesenangan dunia itu sia-sia dan tidak tetap.
Semua ciptaan Allah adalah baik tetapi jika dianggap sebagai kebaikan yang paling utama, maka semua itu akan berubah menjadi kesia-siaan.
Sia-sialah bila kita mengharapkan kebahagiaan dan kepuasan dari dunia, karena tanggungan salibnya jauh lebih berat dari penghiburannya.
Ada dua masa khusus bilamana jiwa membutuhkan kelepasan dan penghiburan.
yaitu ketika hati nurani terganggu dan ketika menjelang kematian.
Di dalam kedua masa ini dunia adalah sia-sia dan tidak berguna.
Pantaskah jiwa yang bersifat abadi disia-siakan?
Celaka! Kebanyakan manusia menyibukkan diri dengan menimbun kekayaan yang fana. Ini bagaikan memberi sekam kepada jiwa.
Juruselamat kita menyebut orang kaya itu bodoh ketika ia mengisi gudang dengan hasil tanahnya namun mengabaikan jiwanya.
Betapa bodohnya untuk membeli dunia fana dengan bayaran kehilangan jiwa kita yang berharga!
Betapa besar kerugian mereka yang memperoleh dunia, tetapi pada akhirnya kehilangan dunia itu bersama jiwa mereka!
Ezekiel Hopkins (1633-1690), Works, I:16-46