Betapa cepatnya kibasan sayap burung unta! Tetapi terbang burung bangau tak dapat diimbanginya. (Ayub 39:13, BIMK-LAI)
Burung-burung yang tidak bisa terbang ber-evolusi dari leluhurnya yang masih mampu terbang. Koleksi fosil & pola pada DNA menunjukkan jejak evolusi tersebut. Sayap yang masih terwariskan, dikategorikan sebagai organ sisa atau ciri vestigial (“vestigial trait”).
Namun, sayap tak sempurna itu ada yang beradaptasi untuk fungsi baru. Contoh, sayap pada burung unta, dipakai untuk keseimbangan saat berlari; menakut-nakuti musuh; memikat lawan jenis untuk kawin; & menudungi anak-anaknya dari sengatan matahari.
Di pihak lain, ada burung kiwi. Sayap vestigialnya tak terlihat karena sangat kecil, tersembunyi di balik bulu-bulu tubuh. Boleh jadi, sayap itu tidak memiliki fungsi yang berarti. Jika demikian, maka kita sedang menyaksikan proses evolusi lenyapnya sayap burung kiwi itu.
Mengapa evolusi menghasilkan burung yang tak bisa terbang? Kita tak tahu pasti. Namun, ada petunjuk menarik. Habitat asli mereka, sangat minim dari mamalia atau reptil pemangsa. Terbang tidak diperlukan untuk menghindari predator. Lagi pula, sumber makanan ada di muka tanah yang jarang terdapat pohon tinggi.
Mengepak-ngepakkan sayap itu mahal metabolismenya, perlu banyak tenaga. Energinya bisa dialihkan untuk reproduksi. Juga, sayap adalah organ yang rentan terhadap kecelakaan. Maka, seleksi alam menyukai burung yang tak bisa mengangkasa itu, untuk hidup di habitat yang cocok.
“A trait can be vestigial and functional at the same time.”
-Jerry A. Coyne
Kepustakaan:
Jerry A. Coyne, Why Evolution is True? (Oxford University Press, 2009).
Sean B. Carroll, The Making of the Fittest: DNA & the ultimate forensic record of evolution (W. W. Norton & Company, 2006).
Charles Darwin, The Origin of Species by Means of Natural Selection (1859).
Richard Dawkins, Sungai dari Firdaus: suatu pandangan Darwinan tentang kehidupan (Kepustakaan Populer Gramedia, 2005).
Richard Dawkins & Yan Wong, The Ancestor’s Tale (Mariner Books, 2016).