MENGHARGAI PENGURBANAN-NYA

Kerohanian714 Views
Spread the love


Ibrani
 5:7-9

5:7 Dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan.

5:8 Dan sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya,

5:9 dan sesudah Ia mencapai kesempurnaan-Nya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya,

     Mungkin karena kita sudah terlalu fasih dan terbiasa mengucapkan kalimat: “Tuhan mengampuni dosaku,” sampai kita kurang lagi menghargai betapa hebat proses terjadinya pengampunan itu. Sejatinya, pengampunan dosa tidak diberikan secara murahan. Pengampunan dosa tidak diberikan tanpa alasan atau landasan. Ketika Adam dan Hawa jatuh dalam dosa di Eden—Adam pertama—tidak ada pengampunan. Tidak bisa ada pengampunan, sebab setiap dosa harus ada ganjarannya dan pengampunan harus ada dasar atau alasannya. Di dalam kebijaksanaan dan asas keadilan Allah Bapa, harus ada yang memikul akibat dosa yang dilakukan manusia. Maka, Bapa mengutus Putra Kesayangan-Nya. Kita yang memiliki anak pasti bisa mengerti bahwa anak itu seperti nyawa kita sendiri. Anak itu seperti mutiara.

     Bapa di surga memberikan Anak Kesayangan-Nya untuk kita. Ini sebuah dinamika ilahi yang sulit untuk dipahami, tetapi telah terjadi. Allah memiliki banyak hal, banyak kekayaan, tetapi tidak ada yang lebih berharga dari Yesus, Anak Tunggal-Nya. Ini pengorbanan yang luar biasa dari Bapa. Dan ketika Yesus diutus untuk menjadi manusia yang dalam segala hal disamakan dengan kita, Dia harus memiliki hidup yang pantas untuk menjadi kurban. Ia harus memiliki hidup sebagai Imam Besar yang berkualitas sebagai Imam Besar di kekekalan, yaitu tidak bercacat dan tidak bercela. Itulah sebabnya, Yesus harus berkurban. Dia berjuang, sampai kematian-Nya di kayu salib. Hidup-Nya begitu berkualitas, sehingga layak menjadi kurban penghapus dosa. Sama seperti domba yang dikurbankan untuk menghapus dosa, harus darah dari domba yang tidak bercacat dan tidak bercela.

     Jadi, bukan sekadar nyawa yang dipersembahkan untuk menggantikan kita, tapi nyawa dari Pribadi yang Agung, yang Mulia. Di dunia ini ada orang yang rela menyerahkan nyawanya untuk orang lain. Tetapi, kita tidak perlu memperhatikan bagaimana kualitas hidup orang tersebut. Sedangkan Yesus memberikan nyawa-Nya dengan kualitas yang sempurna. Maka barulah bisa terjadi penebusan dosa. Lebih mahal, lebih agung dari apa yang kita duga. Mari kita memikirkan hal ini, bahwa pengampunan dosa yang disediakan Allah Bapa bagi kita melalui kurban Tuhan Yesus, mahal; sangat mahal. Dari pihak Bapa, Dia kehilangan Anak Kesayangan-Nya waktu mengutus Yesus menjadi manusia. Dari pihak Yesus, Ia harus berjuang memiliki hidup, sampai pada kesempurnaan (Ibr. 5:7-9), baru Dia bisa menjadi kurban, bagai anak domba yang tidak bercacat dan tidak bercela.

     Kita harus menghargai hal ini. Jangan karena kita sudah terlalu fasih, terlalu akrab di bibir kita dan telinga kita mengenai pengampunan, penghapusan dosa, sampai kita tidak menghayati lagi betapa mahal harga pengurbanan Yesus ini sebenarnya. Jadi, bukan tanpa alasan kalau Tuhan Yesus menghendaki Perjamuan Kudus terus dilakukan, karena ini adalah inti dari keselamatan. Kita harus selalu mengingat kurban Tuhan Yesus. “Setiap kali kamu makan roti ini dan minum anggur ini,” kata Tuhan, “kamu mengingat pengorbanan-Ku.” Kalau kita menganggap murahan hal pengampunan dosa ini, berarti kita tidak akan memberikan respons yang sepatutnya terhadap Allah yang hidup; kita tidak menghormati Allah. Kita tidak memperlakukan Allah secara patut, dan tidak memedulikan perasaan-Nya. Tetapi, kalau kita menghargai kurban Tuhan Yesus Kristus, dan menghayati terus-menerus betapa mahalnya harga pengurbanan itu, maka kita akan bersikap pantas kepada Tuhan, kita menghormati-Nya. Kita memedulikan perasaan-Nya; perasaan Bapa yang memberikan Putra Tunggal Kesayangan-Nya, yang tak ternilai.

     Dan kita akan menjunjung tinggi apa yang dikatakan Tuhan, “Jangan berbuat dosa lagi mulai sekarang.” Seperti perempuan yang didapati berzina di Yohanes 8:1-11, di mana orang-orang mau melempari dia dengan batu. Namun, Yesus berkata kepada mereka, “Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu.” Kalau kita bayangkan menjadi wanita ini, dipermalukan di depan umum dan akan dilempari batu, yang bisa membuatnya mati. Ini kondisi yang sangat krisis dan kritis. Tetapi, Tuhan Yesus menyelamatkan wanita ini. Lalu kata Yesus kepada perempuan itu, “Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.”

     Penghargaan kita kepada kurban Tuhan Yesus, tentu bukan hanya dengan perasaan melankolis. Penghargaan kita kepada kurban Tuhan Yesus yang sepatutnya dan semestinya adalah tidak berbuat dosa lagi. Dalam segala hal, yang kita lakukan tepat. Setelah kita menjadi anak-anak Allah, maka Bapa akan mendidik kita, agar kita bukan hanya berstatus anak-anak Allah, tetapi berkeberadaan sebagai anak-anak Allah. Dan Yesus adalah modelnya. Ini harga mati yang tidak bisa ditawar. Menjadi anak-anak Allah harus berkeberadaan seperti Yesus. Ironis, harga mati ini seakan-akan bisa ditawar, lalu terjadi kompromi. Sehingga kekristenan menjadi murahan.

 Kiranya kebenaran hari ini memberkati kita semua

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *