DIPAKAI TUHAN

Kerohanian239 Views
Spread the love

Shalom ✝️

Renungan Harian TRUTH

Kamis, 25 Mei 2023

Seseorang tidak akan mungkin menikmati damai sejahtera Allah kalau karakternya tidak seperti yang Allah kehendaki. Dengan kata lain, orang yang karakternya rusak tidak mungkin bisa menikmati damai sejahtera Allah.

Jadi, memang perlu proses pembenahan. Semakin seseorang karakternya itu baik—karakter yang baik dalam standar Allah—metabolisme kehidupan rohaninya akan semakin baik, semakin sehat.

Orang seperti ini baru bisa berkata, “Siapa gerangan ada padaku di surga selain Engkau? Selain Engkau, tidak ada yang kuingini di bumi. Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya.”

Jadi, tidak heran kalau Rasul Paulus menulis dalam kitab Timotius, “Asal ada makanan, pakaian, cukup.” Kebutuhan fisik itu relatif. Kita bisa makan dengan tempe dan sambal terasi, atau makan steak wagyu, atau nasi dengan garam saja. Dan kita tetap bisa hidup.

Tubuh kita memiliki fleksibilitas yang luar biasa. Bahkan kalau kita memiliki tubuh yang sakit karena pola hidup yang salah, maka ketika kita mulai mengubah dengan pola hidup yang baru, tubuh bisa menyembuhkan diri sendiri.

Itu luar biasa. Jadi, kalau metabolisme hidup rohani kita baik, maka kita makin mengerti bahwa yang kita butuhkan dalam hidup ini hanya Tuhan.

Bagaimana kita bisa memiliki metabolisme kehidupan rohani yang benar? Tuhan menyediakan sarananya, tetapi kita yang harus memilih. Analoginya, kalau orang sakit, ia dirawat dokter, dia diawasi suster, disediakan obat, dan tindakan-tindakan medis.

Tetapi kalau si pasien tidak mau menuruti nasihat dokter, maka ia tidak akan sembuh. Harus kooperatif, ada kerjasama. Kooperatif, harus. Pernah Saudara dengar ada seorang yang sakit tidak sembuh-sembuh?

Kita ini pasien, dan Tuhan Yesus berkata, “Bukan orang sehat yang membutuhkan tabib, tetapi orang sakit.” Kita adalah orang sakit, kita butuh tabib. Yesus adalah Tabib kita. Bukan hanya menyembuhkan fisik kita, tetapi juga menyembuhkan jiwa kita. Tetapi kita harus kooperatif.

Gereja, pelayanan harus merupakan penyelenggaraan penyembuhan atas pasien-pasien yang mengalami sakit jiwa atau rohani. Gereja adalah rumah sakit, bukan showroom.

Yang datang ke gereja adalah orang-orang sakit yang harus dipulihkan atau diperbaiki. Tuhanlah Dokternya. Para aktivis dan pendeta adalah para suster. Jadi bagaimana jiwa seseorang sembuh, yang akhirnya menjadi keindahan di mata Allah, bukan hanya tergantung dokter dan suster, tetapi individu kita masing-masing.

Maka, yang pertama, kita harus sadar bahwa kita sakit. Jangan seperti orang-orang Yahudi, khususnya ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, yang merasa dirinya sehat. Lalu tidak menghargai Tuhan.

Maka kepada mereka, Tuhan berkata, “Bukan orang sehat yang membutuhkan tabib atau dokter, tetapi orang sakit.” Jadi kita harus menyadari kita ini sakit.

Metabolisme kehidupan rohani kita belum baik atau tidak baik. Banyak orang sadar bahwa dirinya masih duniawi, masih punya keinginan-keinginan daging, namun merasa dengan kesadaran itu cukup.

Lalu seakan-akan Tuhan tidak terganggu dengan keadaan tersebut, karena kita sadar sebagai orang berdosa. Pengakuan itu seakan-akan sudah menjadi pembenaran, lalu kita hidup wajar seperti manusia lain, lalu seakan-akan Tuhan mengizinkan; permissible.

Khusus untuk para hamba Tuhan, tentu sebagai suster, kita harus memiliki koneksi yang tiada henti dengan Sang Dokter. Apa yang harus kita khotbahkan, lalu bagaimana mengurai hal-hal tersebut.

Kita harus menangkap frekuensi Tuhan. Jadi, kita ini selalu ada dalam koneksi dengan Tuhan, setiap saat. Maka, kita tidak boleh melakukan hal-hal yang membuat koneksi kita putus.

Kita harus menemukan frekuensi, sehingga kita selalu mendengar suara Tuhan. Jangan menunggu mau khotbah baru berdoa, “Tuhan, bicaralah kepada umat-Mu.”

Setiap saat harus ada koneksi tersebut. Maka, jangan sampai koneksi itu rusak. Kapan? Yaitu ketika punya kesenangan yang Allah tidak senang. Kalau kita mau dipakai Tuhan dengan luar biasa, kita harus berani menyangkal diri, menanggalkan semua keinginan yang Tuhan tidak kehendaki.

Koneksi jangan putus. Kita harus makin dewasa rohani. Salah satu ciri kedewasaan rohani adalah hidup suci, tidak punya kesenangan dunia. Hidup suci, koneksi kita dengan Tuhan akan terus tersambung. Jangan kita ter- distract oleh sesuatu.

Kalau kita sudah biasa belajar memiliki koneksi dengan Tuhan, waktu putus, kita merasakan. Kita harus membuang kesenangan-kesenangan yang Tuhan tidak menyukainya.

Maka, hamba Tuhan harus menjadi sarana sebagai jurubicara Tuhan. Memang berat, karena untuk menangkap suara Tuhan, tidak mudah. Kita akan bisa mengalami Allah itu riil, Allah itu nyata.

Pengalaman-pengalaman pribadi kita, tidak akan bisa kita ungkapkan kepada orang lain. Tidak bisa. Tetapi kita bisa menyimpannya sebagai rahasia iman.

KALAU KITA MAU DIPAKAI TUHAN DENGAN LUAR BIASA, KITA HARUS BERANI MENYANGKAL DIRI, MENANGGALKAN SEMUA KEINGINAN YANG TUHAN TIDAK KEHENDAKI.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed