Allah yang tidak terbatas, Allah yang besar dan dahsyat harus diperlakukan pantas oleh seorang yang memperagakan sifat dan karakter-Nya. Kurang dari itu, sehebat dan sebanyak apa pun persembahan kita, tidak cukup.
Galatia 2:19 menuliskan, “Sebab aku telah mati oleh hukum Taurat untuk hukum Taurat.”
Kalau dulu manusia sibuk bagaimana mengenakan hukum supaya jadi manusia baik, itu belum memenuhi standar. Orang beragama bisa begitu; memberikan persembahan kepada ilah, dewanya dengan melakukan hukum-hukum yang diberikan. Bagus, dalam standar orang beragama. Tetapi tidak dengan kekristenan.
Sebab kita berprinsip, “Aku telah mati untuk kelas hukum. Aku telah disalibkan dengan Kristus, namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku.”
Kalau Kristus hidup di dalam kita, bukan berarti kita punya dua pribadi; pribadi kita, juga pribadi Yesus. Melainkan di dalam diri kita ada gairah-Nya, semangat-Nya, pikiran-Nya, dan perasaan-Nya yang merupakan model manusia yang Allah kehendaki. Itulah artinya menjadi umat pilihan. Bukan sekadar menjadi orang beragama Kristen.
Bahkan sekalipun kita adalah orang-orang yang menjabat sebagai hamba Tuhan, tidak cukup. Apakah kita seorang pendeta, ketua sinode, ketua STT, tetaoiapi kalau nanti menghadap Tuhan, Tuhan akan persoalkan: “Apakah kamu sudah melakukan kehendak-Ku, kehendak Bapa?”
Firman Tuhan dalam Matius 7:21 mengatakan, “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Surga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di surga.”
Kehendak Bapa itu apa? Bukan melakukan hukum semata-mata. Namun bagaimana Kristus hidup di dalam diri kita; bagaimana sifat, karakter Allah hidup dalam diri kita. Barulah kita pantas menjadi orang berharga di mata Allah.
Kurang dari itu, biarpun semua margasatwa disembelih dan kayu bakar dari semua hutan di Libanon digunakan, tidak cukup. Walaupun kita memberikan seluruh harta, tanpa kasih, sia-sia. Kasih itu apa? Sifat Allah. Allah adalah kasih adanya. Lebih dari sekadar Maha Pengasih, diri-Nya itu adalah kasih.
Dan kita harus mengenakan karakter itu. Kalau kita mengenakan karakter itu, tidak mungkin kita melukai orang, sekalipun orang melukai kita. Tidak mungkin kita berbuat jahat, sekalipun orang menjahati kita.
Dan itu baru bisa memuaskan hati Tuhan. Namun ironis, banyak orang merasa tenang-tenang saja walau tidak melakukan kehendak Bapa. Kehendak Bapa adalah kita berperilaku seperti perilaku Yesus. Sudahkah kita melakukannya? Bagaimana kita bisa tenang? Makanya setiap hari harus menjadi hari baru yang kita pakai untuk berubah. Dan kita mau merajut kesucian dari hal-hal sederhana sampai hal-hal besar.
Jadi, tidak berlebihan kalau kita berkata dan memang seharusnya berkata, “Kalau Yesus hidup pada zaman sekarang, Dia seperti aku. Bukan Yesus lebih buruk dari aku dan Yesus perlu mencontoh aku, tetapi aku harus mencontoh Dia dan mewakili Dia hidup di zaman sekarang.”
Itu baru namanya menjadi saksi. Bahwa Dia pernah ada. Dia mati di kayu salib. Dia yang memungkinkan kita menerima Roh Kudus dan dibenarkan di hadapan Bapa. Dan Bapa membentuk kita lewat setiap peristiwa sehingga kita menjadi seperti Dia. Dengan kita menjadi seperti Yesus, kita membuktikan bahwa Dia benar.
Bagaimana orang mau ikut Yesus kalau tidak ada contoh? Tidak cukup kalau hanya mulut bicara teori, khotbah, buku, tulisan, perdebatan, argumentasi, apologetika. Harus ada contoh. Tidak ada pilihan. Kita mau suatu hari di hadapan Tuhan, kita berkenan.
Dokter yang baik punya beban. Bukan sembarangan buru-buru lihat rontgennya, lalu sembarangan berkata, “Mesti dioperasi ini,” padahal tidak perlu dioperasi. Dokter yang baik akan bertanggung jawab. Tetapi jangan lupa, pasien juga harus berperan. Dia harus menaati semua peraturan dokter; tentang cara minum obat, makanan, olah raga dan lain sebagainya.
Mari kita belajar hidup suci. Hidup suci itu indah. Allah yang besar dan dahsyat adalah Allah yang patut dipuja, dipuji, disembah, dimuliakan. Dan perlakuan kita yang patut kepada-Nya hanya kalau kita mengenakan karakter dan sifat-Nya. Kita berperang. Kita harus bekerja, berjuang. Kita harus bekerja keras untuk mewujudkan keinginan Allah tersebut.
Kalau kita tidak berubah, betapa sedihnya hati Tuhan dan betapa kecewa Tuhan. Jangan berbuat dosa lagi. Meninggalkan dosa itu sakit, seperti melepas nyawa. Tetapi tidak ada cara lain untuk bisa mengenakan pribadi Kristus.
Kita harus mematikan keinginan-keinginan daging kita, meninggalkan kesenangan-kesenangan duniawi, supaya kita memberi tempat untuk Tuhan bertakhta dan menguasai kita. Selagi kita masih memiliki kesempatan, kita harus menjadi manusia yang segambar dan serupa dengan Allah.
Kiranya kebenaran hari ini memberkati kita semua