Ada satu pertanyaan bagus di komen postingan saya tgl 14 Mei 2021 berjudul Parasetamol. Pertanyaannya “Apakah tidak lebih efektif (obat) diberikan lewat injeksi vs lewat oral?”
Obat yang diberikan oral ada bermacam-macam bentuk: tablet, kapsul, tablet kunyah, dan larutan (sirup, suspensi).
Keuntungan oral vs injeksi:
Biaya produksinya lebih murah dibandingkan dengan biaya produksi obat injeksi. Produksi obat injeksi itu perlu proses sterilisasi dan disiapkan diruangan steril, yang tentu memakan biaya yang tidak murah.
Obat oral lebih aman. Pemberian obat oral tidak invasive (tidak merobek/melukai kulit), jadi tidak ada risiko infeksi, tidak ada rasa sakit saat pemberian. Risiko obat injeksi terbesar adalah infeksi. Pemberian injeksi lebih kompleks, kita harus memastikan jarum suntik steril, obat injeksi tidak berubah warna (dari warna original sediaannya) dan tidak ada partikel.
Pasien akan lebih mudah minum obat oral dibandingkan menggunakan obat suntik. Hal ini meningkatkan kepatuhan pasien menggunakan obatnya. Coba bayangkan penderita diabetes yang perlu menyuntikkan insulin setiap hari, pasti tidak menyenangkan untuk pasiennya. Ada pasien yang mengeluh ke saya betapa tidak menyenangkannya harus menyuntik insulin tiap hari.
Obat-obat bentuk padat seperti tablet dan kapsul lebih stabil secara kimiawi (tidak mudah mengalami reaksi kimia dan terurai bahan aktifnya), artinya tanggal kadaluarsa nya bisa lebih lama dibandingkan obat-obat injeksi atau obat dalam bentuk larutan mudah penyimpanan di rumah. Kebanyakan obat-obat injeksi perlu disimpan disuhu tertentu, seperti di kulkas.
Kerugian:
Tubuh kita ini pintar. Saat kita minum obat, tubuh akan mengenalinya sebagai bahan asing yang harus disingkirkan. Tubuh, dalam hal ini liver, akan segera melakukan semua reaksi kimiawi yang diperlukan untuk mengurai bahan obat yang masuk untuk menjadi bahan yang larut air dan tidak toksik terhadap tubuh untuk kemudian dikeluarkan bersama urine atau feses.
Ini dikenal sebagai First-Pass Metabolism. Akibatnya: mayoritas obat oral tidak 100% yang masuk sistemik. Istilah kerennya untuk kadar obat yang berhasil masuk ke sistemik adalah bioavailabilitas (ketersediaan hayati obat di tubuh). Jadi bioavailabilitas obat oral itu kebanyakan <100%.
Sementara bioavailabilitas obat injeksi intravena (masuk ke pembuluh darah vena) adalah 100%. Jadi semua dosis yang diberikan melalui injeksi intravena itu akan masuk 100% ke sistemik. Apakah ini berarti obat oral tidak efektif karena bioavailabilitasnya <100%?
Jawabannya: tidak. Dosis obat oral umumnya diberikan jauh lebih besar (dibandingkan obat injeksi) dan sudah diperhitungkan saat dilakukan penelitian klinis untuk memberikan efek terapi sekaligus meminimalkan kemungkinan efek samping.
Jadi kerugian bentuk oral:
Penyerapan obat tidak 100%. Selain faktor diatas, ada faktor individu pasien dan cara minum obat yang juga mempengaruhi penyerapan obat. Metabolisme dihati menurunkan bioavailabilitas obat.
Obat dirusak oleh enzim saluran cerna/asam lambung, misal insulin. Insulin hanya ada dalam bentuk injeksi karena obat ini dirusak oleh enzim saluran cerna. Satu-satunya bentuk sediaan insulin ya injeksi.
Kita tidak bisa memberikan obat oral ke orang yang tidak sadar atau muntah-muntah. Biasanya akan dicarikan cara non-invasive lain seperti penggunaan suppositoria atau bentuk sediaan koyo (kalau tersedia) atau diberikan injeksi.
Tidak bisa digunakan bila dibutuhkan efek obat yang cepat. Untuk tujuan ini, obat injeksi lebih dipilih.
Kesimpulan:
Obat oral lebih dipilih untuk digunakan oleh pasien rawat jalan karena lebih ekonomis, aman, dan mudah digunakan untuk pasien. Obat injeksi biasanya diberikan di klinik dan rumah sakit, karena kompleksitas pemberiannya, risiko infeksi/reaksi terhadap injeksi, dan penyimpanannya. Keduanya sama efektifitasnya bila digunakan sesuai dosis terapi dan aturan pemberian.